![]() |
| " Dok.file Ngoper Pedal " |
Setelah makan siang di Rumah Makan Mbah Minar, Sukamakmur, saya ( penulis) dan kedua pesepeda yang lain, Om Bitong dan Om Karsadi menerusan perjalanan. Menyusuri jalan raya Dayeuh Sukamakmur, kemudian masuk ke Desa Sukaresmi, menyusuri perkampungan dan melintas diatas jembatan Cipamingkis Sukaresmi. Sempat mampir di sungai Cisewu yang membelah jalan menuju Kafe Lumbung Kopi. Sesaat mengambil gambar di sungai Cisemu, kemudia kembali mengarah ke Jl Tarumangera untuk menuju ke Sukamakmur.
Memasuki jalan Sukamakmur, kami bertiga sempat mampir ke Warung yang lagi viral, yaitu Warung Tengah Sawah. View Gunung Batik dan Gunung Pilar yang menjulang dengan gagah, bia dilihat dari samping warung, dengan menikmati kuningnya padi menjelang panen. Warung Tengah Sawah saat ini viral, lantaran oenampilan warung jauh berbeda, saat ini terlihat rapi dan bersih. Saya biasa menyebut dengan warung Emak. Melepas dahaga dengan minum segelas es teh , perjalanan dilanjutkan menuju arah pertigaan Sukamakmur. Tanjakan dengan gradien sedang menghadang kita bertiga. Depan Polsek dan Koramil Sukamakmur jalan menanjak, kita nikmati dengan tetap tersenyum.
20 menit berlalu, akhirnya sampailah kita di depan Kelurahan Sukamakmur.
Ambil nafas dan istirahat 10 menit, atur nafas, karena pendakian dengan sepeda akan dimulai. Melalui jalan kampung dari sisi kiri kantor Kelurahan Sukamakmur, mulailah saya tertatih tatih menajak dengan menggowes. Om Karsadi sempat berhenti karena terasa kaki akan kram. Om Bitong yang memang kita anggap suhu dan taguh tetap melaju naik ke atas.
![]() |
| "Dok.file Ngoper Pedal " |
Bersyukur, setelah sampai di Kampung Bidadari yang datar, kami bisa bernafas lega. Hamparan sawah dengan latar belakang gunung Butik menjadi pesona tersendiri. Om Bitong langsung pasang kuda kuda untuk pengambilan gambar.
Om Karsadi dan saya justru memanfaatkan untuk istirahat melemaskan otot kami yang keras.
Masih di kampung Bidadari, yang menjadi kampung terakhir untuk memasuki kaki Gunung Pilar.
Rupanya disinilah awal bencana kami, jalur selebar 1 meter dengan bebatuan segenggaman adalah jalur satu satunya yang harus kita lewati menuju Puncak.
awal pendakian dengan sepeda yang hanya bisa kami dorong dorong sejak kampung Bidadari atau kampung terakhir.
Ketinggia Gunung yang tercatat kira kira 1300 MDPL, sangatlah menguras tenaga, mendorong sepeda dengan kemiringan 25-30 derajat bukan perkara mudah.
![]() |
| " Dok.file Ngoper Pedal " |
Harapan kami mendapatkan porter sepeda rupanya hanya mimpi, saat ini tidak ditemukan anak anak yg membantu para pesepda menapaki Gunung Pilar ( Puncak Jae ) Punggu Naga. Suasana jalur rusak, lantaran jalan dipakai oleh para pengendara motor trail.
Oleh sebagian pengguna motor trail, justru jalur Punggung Naga inilah dianggap sebagai jalur mereka, becek dengan kobang dalam dan kedalaman bisa mencapai 40-5- cm.
Bagi kami jalur tersebut sebuah hambatan. Kami bertiga tetao gowes dijalur trail dengan kekuatan yang ada dan semaksimal mungkin. Naik terus dengan mendorong sepeda berat antara 10-13 Km bukan perkara mudah. Tertatik, lemas dan capek, seakan sirna dengan tekad menuju Puncak.
Hampir 1 jam perjalanan dari Kampung Bidadari menuju Gunung Pilar, ( Puncak Jae atau Punggung Naga ).
Hampir 30 menit kami menunggu yang punya jalur lewat, tetap masih dengan tertatih tatih, akhirnya sampaelah ke Gunung Pilar, Puncak Jae, atau Punggung Naga.
Gunung Pilar yang bersebelahan dengan Puncak Jae, sebenarnya masih satu deret, teratat dengan nama Gunung Pilar, namun ada sebagian menyebut Puncak Jae. Konon diatas puncak ada warung kopi milik Zaenal. Sehingga puncaknya dinamakan Puncak Jae kependekan dari nama Zaenal. Tercatat dalam peta google nama Puncak Jae masih melekat.
![]() |
| " Dok.file Ngoper Pedal " |
Kini warung Bang Jae di salah satu deret Gunung Pilar tidak ada atau tutup.Jalurpun rusak dengan banyaknya motor trail yang lewat ke Puncak atau menyebrang bukit.
Tak terasa pendakian dengan sepeda telah memakan waktu hampir 3 jam. dan tak terasa ternyata waktu mendekati magrib.
30 menit berada Puncak Jae, dan seelah segala sesuatunya dirasakan, kami memutuskan untuk turun. Cuaca sedikit mendung namun gelapnya sore itu nampak jelas. Bertiga kami turun, Jalan pulangpun hampir sama semua jadi kubang lantaran trailnya juga heboh takut kemalaman.
Rupanya kesulitan turun hampir sama dengan saat nanjak. Saya tiba tiba jatuh dan hampir nyembur ke dalam jurang. Beruntung masih tertahan dalam pohon2 duri.
Sebuah keunikan dikalangan pesepda, banyak kawan yang jatuh, namun yang didahulukan adalah pengambilan gambar moment jatuh tersebut. Setelah pengambilan gambar langka itu, saya dianagkat dan dibantu untuk naik keatas.
Turunpun rupanya juga tertatih tatih. Sepanjang perjalanan kembali, tak ditemukan jalan yang indah, semua menyisakan duka dan lara.
Kembali dari puncak hampir 1 jam perjalanan, akhirnya sampe ke titik start di Sukamakmur. Duka lara belum selesai, saat tiba di depan Masjid Besar Sukamakmur, hujan turun dengan derasnnya. Kami teroaksa berteduh di sebuah warung kopi. Didera lapar, saya sempat makan nasi uduk, om Bitong dan Om Karsadi mekan indomie rebus.
Tak terasa waktu cepat berlalu, jam 21.00 terlihat jelas di HP, gerimis membuat udara dingin, bahkan kami bertiga sempat menggigil.
Akhirnya kami putuskan untuk pulang dengan menerjang hujan gerimis dan gelapnya malam. dengan tetap mengayuh sepeda.
Tanpa disadari dengan asik bercanda dan ngobrol di tengah malam, tibaah kami di titik awal berangkat, RS Grha Permata Ibu, Kukussan, Depok.
Cerita bersepeda yang tak akan pernah berakhir ini menjadi sebuah cerita serud an suka dukanya saat bersepeda. ( Selesai )




Tidak ada komentar:
Posting Komentar