Kamis, 28 September 2023

Cerita Gowes Menuju Kawasan Hutan Lindung Bodogol, Bogor, Jawa Barat

" Dok.file - Ngoper Pedal "
Cerita gowes tak kan pernah berakhir, dari satu tempat ke tempat yang lain, maka sering penulis bilang, bahwa gowes itu dinamis. Cenderung bergerak dan berganti arah tujuan. Maka ketika kita bersepeda hanya ke beberapa titik saja, lambat laun akan bosan. 

Bahkan penulis katakan, bahwa gowes itu tanpa batas, selama masih mau dan mampu, tentu segala arah akan dituju, mungkin seluruh dunia. 

Sabtu 23 September 2023 adalah "September Ceria", penulis yang kebetulan cyclist, hari itu kebetulan free jadwal  komunitas.  Ngoper Pedal adalah komunitas yang menjadi naungan penulis, memang tidak membuat jadwal gowes.

Sebuah tawaran dari grup sebelah, biasa kita sebut komunitas lain. Namun beda genre, GX-ID Gravel and Ultra Cycling  Indonesia, yang digawangi Budi Yakin ( biasa dipanggil Om BY ),  bikin acara week-and, gowes blusukan ke daerah Bodogol. 

Kesempatan langka gowes bareng GX-ID Indonesia, tentunya tidak boleh disia siakan, dan langsung ngelist aja masuk daftar hadir peserta. Hampir 20 cyclist terdaftar di list.

Start akan dimulai dari Mall Boxies 123 Bogor, yang memang rutin buat kumpul dalam kegiatan sepedaan. 

" Dok.file - Ngoper Pedal "

Pagi sekitar jam 05.00 penulis sudah siap untuk menuju ke titik Start di Mall Boxies, rencana awal mau digowes dari bilangan Kukusan Depok, terpaksa dibatalkan. Laoding untuk mempercepat ke lokasi start.

Penulis bersama Ekos sampai di Mall Boxies lebih cepat dari yang lain, disusul Pio panggilan akrab dari Om Priyo yang tinggal di Depok.

Sekitar jam 07.00, berkumpulah 12 orang, Om BY, karena ada kendala mobil, datang agak terlambat.

Total akhirnya berkumpul 15 orang, dengan sepeda yang berbeda. Om BY, sebagai penggagas an kebetulan memang giat mempelopori kegiatan sepeda Gravel, menggunakan sepeda gravelnya. hanya 3 orang yang menggunakan sepeda MTB, Om Hendra menggunakan sepeda salju dengan ban besar.

Diawali dengan doa bersama, kami bersiap melakuka petualangan bersepeda.

Start jam..08.+..langsung melesat  dari.  Mall Boxies...menuju perumahan Seameo Biotrop.dan melaju lewat belakang komplek, menyusuri pemukiman penduduk sekitar Gadog, Ciawi. Naik turun yang merupakan kontur pegunungan, sangat dirasakan sekali. Om BY yang jadi RC, begitu handal dan piawi mencarikan jalur. 

Rencana awal jalur akan memasuki wilayah sekitar Rancamaya, dan masuk ke barat arah Duren Warso, terpaksa di rubah, potong jalur langsung keluar Caringin. Pitstop pertama didepan Rancamaya, untuk grouping. Alhamdulillah, karena memang dari awal, kita mau gowes fun, semua cyclist bisa  bareng.

20 menit kita ngaso di Alfamart depan Rancamaya, dilanjut menuju ke arah Cigombong.  

Rupanya disini Om BY, juga merubah jalur, masih di wilayah Caringin, jalur masuk kekiri, dan blusukan di perkampungan warga, keluar masuk gang gang sempit.

Tahu tahu keluar Caringin Cijeruk dan motong kompas karena kesiangan. 

Lanjut blusukan masuk gang gang sempit rumah penduduk yg padat..sampai lewat kadang  ayam, kira kira 11.30 ..langsung mampir Warung Sunda di Tanjakan Panjago Caringin.

Makan siang, sholat dan istirahat pitstop kedua, kemudian gowes dilanjutkan. 

Rupanya  Jl Negara Sukabumi Lido, hanya 50 m setelah Warung makan.  Masuk lewat samping SPN Lido menuju arah desa Pasir Buncir. 

" Dok.file - Ngoper Pedal "

Disini kembali kepiawaian Om BY membuat jalur, kami 15 orang dibawa kembali keluar masuk gang, melewati persawahan, lepas dari Pasir Buncir, mulailah petualangan sebenarnya di mulai, masih berada di wilayah Cigombong, rombongan memasuki wilayah desa Ciwaluh. 

Penulis yang dua tahun lalu pernah lewat Ciwaluh, hari itu kaget, semua jalur sudah berubah dari tanah menjadi jalan cor beton, jalur naik turun panjang lumayan menguras tenaga.

Tante Devi dengan gravelnya, bahkan sempat frustasi dan pingin balik arah. Namun berkat support kawan kawan, akhirnya tetap lanjut. Tidak hanya Tante Devi saja, semua cyclist hampir merasakan terseok seok saat melewati jalur desa Ciwaluh.

Namun semua lelah di tanjakan desa Ciwaluh, terobati oleh view yang sangat indah diatas perbukita desa Ciwaluh, nampak terlihat lapangan golf Lido yang hijau. Persawahan yang menguning dan sungai berlikuk nampak jelas dari atas bukit. Tak heran semua mengabadikan kesempatan langka itu.

Lepas dari desa Ciwaluh, kami semua istirahat disebuah pos ronda di wilayah Bodogol, Bodogol sendiri berbeda dangna Ciwaluh, sudah masuk wilayah Kecamatan Cicurug.

Beberapa kawan melepas lelah dengan membeli minuman disebuah warung, sambil tertawa dan berkelakar merasakan sensasi tanjakan Desa Ciwaluh. Om Piki, yang lama nggak gowes sempat terseok seok, dan segar kembali. 

Oya, salah satu cyclist yang menjadi bintang tamu adalah Om Hendra, om Hendra baru jam 5 pagi, landing dari Eropa, setelah mengikuti kegiatan SRMC ( Silk Eoute Mountain Race ), dan salah satu pelopor Ultra Sport Indonesia, nampak masih bugar saja.

" Dok. file - Ngoper Pedal "

Sepuluh menit istirahat, kemudian dilanjut menuju ke tujuan, Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol. Jarak dari tempat istirahat tiak jauh, hanya sekitar 3 Km menuju PPKA. Jalur track sisa sisa jeep off road, milik Bodogol Adventure, terlihat jelas bergelombang. 

Formasi tetap lengkap, 15 orang, 20 menit kami gowes sampailah, di hutan lindung Bodogol. Seperti biasa, kesempatan langka selalu dimanfaatkan untuk berfoto ria. Disini kami berjumpa dengan rombongan wisata jeep off road yang menggunakan land rover. 

Perjalanan dilanjut memasuki kawasan hutan lindung wilayah PPKA Bodogol, suasana sunyi dengan suara nyanyian binatang sore mulai terdengar. Sejuk adem, namun jalan memang berbatu, sehingga semua harus waspada, hanya berjarak 1 km, terasa lama, karena jalan yang memang susah, dengan batu batu yang lumayan besar dan banyaknya ranting kering. Om BY sendiri, sempat ban belakang kemasukan ranting lumayan besar, yang bisa merusak jari jari atau rantai.

Akhirnya, kami semua berhasil finish di PPKA Bodogol, tak terasa waktu sudah menjelang pukul 16.00 sore.

Hutan lindung yang menjadi Pusat Pelatihan Konservasi Alam, memang lumayan lebat, bahkan Om Hendra yang duluan sampai, dan masuk ke hutan, sempat melihat macan kumbang. 

Disinilah justru Tante Devi, yang awalnya frustasi, begitu sampai tujuan menjadi bahagia.

" Gue nggak kebayang bisa sampai sini, padahal tadi gue pingin balik arah..hahahah.." ujar Tante Devi sambil tertawa. Tentunya semnagat Tante Devi, juga berkat support Om Wahyu, yang kebetulan hari itu adalah pasangan couple ride. 

Hanya 30 menit kami berada di lokasi pintu gerbang utama PPKA Bodogol yang dijadikan tujuan.

kemudian kembali turun, namun jalan turun berbeda dengan jalur saat kami berangkat, Om BY memindahkan jalur menjadi loop, dengan melewati samping Pintu Tol Cigombong. 

Gowes yang memang dibuat santai dan fun dan hanya berjarak kurang lebih 60 Km, tapi bisa sampe sore. Bahkan berlanjut jadi malam lantaran mampir ke rumah Om Wahyu di Cigombong.

Makin seru karena gowes akhirnya berujung pada malam hari. Dari awal yg memang sudah diwanti sama Om BY jangan lupa perlengkapan malam..batre.lampu..segitiga reflektor, akhir benar benar terpakai.

" Dok.file - Ngoper Pedal "

Jam 19.30, kami lepas dari wilayah Cigombong dan menyusuri jalan Ciawi Raya menuju tempat start awal di Mall Boxies. 

Satu  jam perjalanan dari Cigombong, sampailah kami di Mall Boxies, finish dan kembali prepaire untuk loading. Beberapa temen menggunakan kendaraan pribadi untuk loading, seperti Bundasari yang juga kebetulan rumah dekat dengan Tante Yanie di Serpong, pulang bareng.

Penulis dan 3 rekan, Om Pio, Om Fau, Om Ekos, melanjutkan perjalanan ke Depok dengan tetap digowes. 

Cerita gowes hari itu, memang melelahkan, namun semua menjadi terbayar, karena bisa menikmati pemandangan yang indah, dan alam sekitar PPKA Bodogol.

Selasa, 19 September 2023

Benarkah Ada Bidadari Mandi di Curug Love, Leuwisadeng, Bogor Barat. ( Bag. 2 - selesai )

 Bagi para goweser entah benar atau tidak yang pernah gowes atau bersepeda ke Curug Love di Leuwisadeng, bagi yang mujur bisa bertemu bidadari dari kayangan yang sedang mandi. Entah mitos atau hanya cerita khayalan, kami pun sempat penasaran. Bahkan beberapa kali penulis datang ke Curug Love, belum pernah ketemu bidadari yang dimaksud. Betul, memang saat hari hari tertentu terutama air melimpah, banyak pengunjung wanita terutama belia atau ABG yang bercengkerama dan mandi di Curug. Mungkin inilah yang dimaksud kawan kawan goweser, dan disebut sebagai bidadari turun dari langit. Sempat penulis datang ke lokasi wisata Curug Love ini bertemu dengan dengan beberapa gadis cantik, namun penulis tidak mengira bahwa gadis gadis itulah bagian dari bidadari cantik dari Curug Love.

" Dok.file-Ngoper Pedal "

Curug Love yang berada di Kec. Leuwisadeng, terletak di sebelah barat obyek Wisata Panorama Pabangbon, kurang lebih 10 KM. 

Perjalanan bersepeda kami, yang sempat istirahat di Panorama Pabangbon, kemudian dilanjutkan untuk menuju Curug Love. Makan siang sederhana, nasi dan telor ceplok, serta lalapan terasa nikmat sekali. Kebetulan warung tidak menyiapkan menu masakan lain. Dan kamipun berempat makan seadanya.

Rasa lapar membuat makan kami nikmat sekali, penulis, Om Eddy, Ekos dan Basori, hampir semua nambah. 

Selesai makan kami sholat dan melanjutkan perjalanan ke Curug Love.

Selepas wisata Panorama Pabangbon, kami melintas di jalan aspal yang bagus dan turun menuju ke arah Bantar Karet, yang berada di wilayah Leuwisadeng. Perbatasan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah sebuah sungai, dimana kami menemukan tanjakan yang sangat dahsyat, sepanjang kurang lebih 1 Km dengan kemirringan hampir mencapai 35 derajat. Seolah olah kena prank, karena lepas dari Pabangbon, jalan menukik tajam dan tiba tiba langsung menanjak tajam. Hanya Basori yang bisa terus gowes sampae ke atas, bertiga kami sempat terlampat melakukan pemindahan kecepatan, sehingga memaksa harus dorong dorong.

Dua tanjakan kembali kami temukan di desa Bantar Karet, dengan kemiringan yang hampir sama, baru kemudian turun menuju arah lapangan bola Bantar Karet, pertigaan menuju ke arah tambang emas Pongkor. 

" Dok. file - Ngoper Pedal "

Tiga tanjakan inilah yang membuat nafas tenaga kami terkuras habis, bahkan Ekos sempat dua kali berhenti, karena kaki hampir kram. 

" Tanjakan kagak ada habisnya..kapan nemu jalan datar sih..." guman Basori.

Om Eddy yang memang tergolong paling tua, tetap percaya diri dan hanya senyum senyum saja, menapaki setiap tanjakan, tidak ada rasa capek dan ngeluh. Beberapa kali saja sempat berhenti, untuk menurunkan heart rate nya.

Suguhan pemandangan indah, mulai dapat kita rasakan di desa Bantar Karet, sawah yang sedang menguning menjadi hiburan tersendiri saat terengah engah. Tentu tidak disia siakan kesempatan untuk berswafoto di sepanjang perjalanan menuju Curug Love.

Kurang lebih tiga kilometer dari lapangan sepakbola Bantar karet, sampailah ke lokasi yang kita tuju, Curug Love.

Sungguh diluar dugaan kami berempat, Curug Love yang saat air berlimpah sangat terlihat indah, bisa untuk mandi dan bercengkerama di dalam air. Hari itu, sama sekali terlihat sepi tidak ada pengunjung. Bahkan sepi sama sekali, hanya kami berempat yang hadir. Loket karcispun tanpa petugas, dan hanya terlihat spanduk  sisa kegiatan salah satu Komunitas sepeda Gravel GX-ID.

Rasa penasaran untuk bertemu bidadari mandi masih bergelanyut di hati, kami sempat memasuki lokasi Curug yang berada di persawahan.

Ekos yang jalan duluan sampai ke Curug sempat berkelakar," Bidadarinya udah pada pergi..katanya dari pagi udah mandi.."

Kamipun berempat sempat tertawa bersama.

" Dok.file - Ngoper Pedal "

Niat kami ke Curug Love sebenarnya bukanlah tujuan utama, tujuan utama kami adalah bersepeda ke Wisata Panorama Pabangbon, sedang Curug Love hanyalah opsi saja.

Setalah meninggalkan Curug Love, kami kembali ke arah Leuwiliang, namun jalur yang kami tempuh beda dengan jalur awal. Kami sengaja ambil jalur loop, dengan menuju ke arah Leuwisadeng. lewat  Nanggung.

Pemandangan yang indah juga banyak ditemukan sepanjang peralanan ini, sawah berundak atau terasering terlihat ada disisi kiri kami. Nampak kejauhan padi menguning dan siap dipanen.

Hampir satu jam, kami menyusuri wilayah Nanggung, dan akhirnya sampailah dipertigaan Leuwisadeng dan Leuwiliang. 

Tepat menjelang ashar, kami sampai di terminal Leuwiliang, kamipun istirahat dan sholat ashar.

20 Menit kami istirahat, perjalanan kami lanjutkan menyusuri jalan raya Leuwiliang - Bogor. Kepadatan lalu lintas di hari Sabtu membuat kami harus extra hati hati saat bersepeda. Motor dan angkot yang kadang berhenti mendadak, memaksa kami harus waspada setiap saat.

Selepas kampus IPB Darmaga, kami memutuskan untuk route kembali ke Jakarta melewati wilayah Cileubut, Citayam dan Depok. 

Tak terasa, magribpun tiba, kami berhenti sejenak di sebuah masjid di daerah Bojonggede untuk sholat magrib.

Selesai sholat dan istirahat 10 menit, perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri wilayah Citayem, menuju Depok. 

Karena rumah masing masing berebeda wilayah, kami memutuskan berpisah di jalan Nusantara Depok, Om Eddy dan Basori, menuju arah timur ke Cibubur via Kelapa Dua, saya dan Ekos menuju ke arah Beji. 


Dan hampir bersamaan kami berempat sampai kerumah masing masing dan berkabar lewat whatsapp.

" Dok.file- Ngoper Pedal "
Dengan kecepatan rendah kisaran 15-20 Kpj, dan sisa sisa tenaga, kami menikmati perjalanan panjang Jakarta - Pabangbon - Leuwisadeng dan kembali ke Jakarta, tercatat di strava hampir 130 Km. 

Keindahan alam di Wisata Panorama Pabangbon dan sekitarnya membuat seolah olah rasa capek hilang. Persawahan yang menguning dan tanjakan yang lumayan tajam, telah mengobati semuanya.

Bagi anda yang hobby gowes, rasanya nggak lengkap kalo belum ke Pabangbon, cerita bersepedanya terasa tidak lengkap. Terlebih bisa sampai ke Curug Love dan bisa bertemu dengan para bidadari yang sedang mandi, maka lengkaplah cerita itu.



Senin, 11 September 2023

Jangan Takut Gowes Ke Pabangbon, Walau Jalan Menanjak Tapi Asik.( Bag-1)

 

 

" Basori, Imam ( Penulis ), Om Eddy, Ekos Dok.file - Ngoper Pedal "
Pabangbon adalah salah satu lokasi wisata yang berada di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Berada diatas ketinggian 1100 MDPL, sangat cocok untuk berwisata sambal menginap menggunakan tenda. Lokasi camping ground yang berada di rerimbunan hutan pinus yang sangat asri dan sejuk. Saat malam hari akan terasa dingin sekali.

Bagi para goweser atau pesepeda, Pabangbon dikenal mempunyai jalur menanjak yang sangat mengasikkan. Tanjakan dengan sudut kemiringan 20-35 derajat akan ditemukan saat kita bersepeda ke Pabangbon.

 

Atur Waktu Yang Pas Untuk Janjian Bareng

Dari Jakarta berjarak 60-70 Km, tergantung dimana titik start kita mulai, dan berdurasi antara 3-4 jam perjalanan dengan kecepatan sedang berkisar 20-25 KPJ ( Kilometer Per-Jam ).

Namun kadangkala untuk para pesepeda yang biasa menggunakan kecepatan tinggi jarak tempuh menuju Pabangbon adalah hal yang sangat tidak berarti, terutama yang biasa bersepeda ke daerah pegunungan.

" Dok.file - Ngoper Pedal "

Beberapa waktu lalu penulis untuk kali ketiga hadir menuju lokasi wisata Pabangbon, atau sering dikenal dengan nama Panorama Pabangbon.  Bersama rekan dari Cibubur, Om Eddy dan Basori, Penulis sendiri bersama Ekos dari Jagakarsa start dari titik kumpul di Kodim Kota Depok, didaerah Mampang, Pancoran Mas.

Berangkat kurang lebih jam 06.15 menyusuri jalan raya Sawangan dan menuju arah Pengasinan, tembus ke jalan raya Parung menuju Telaga Kahuripan.

Janji ketemu dengan Eddy dan Basori, yang berangkat juga dari kawasan Cibubur kurang lebih jam 06.00, berhitung jarak hampir sama dan selisih 4 Km,  Om Eddy ( biasa kami sapa ) dan Basori menyusuri jalan raya Bogor, Warung Jambu dan  Darmaga menuju Leuwiliang sebagai titik kumpul kedua.

Penulis dan Ekos, dari arah Telaga Kahuripan menuju kearah Ranca Bungur dan menyebrang Jembatan Gantung Rawayan 1 menuju araha Ciampea, dilanjutkan kea rah Leuwiliang, lewat Cibungbulan.

Sesuai kesepakatan, janji di titik kumpul kedua jam 09.00, secara nggak sengaja, berempat bisa ketemu dititik kumpul justru lebih cepat dari jadwal, yaitu 08.30, artinya jarak tempuh kurang lebih 50 Km, ditempuh kurang lebih 2,5 jam. Dengan demikian kecepatan bersepeda, adalah 20 KPJ. Bagi kami berempat sudahlah sangat ideal dengan kecepatan itu.

 

Pertarungan Yang Sesungguhnya Menuju Panorama Pabangbon

" Dok.File - Ngoper Pedal "
Pertarungan sesungguhnya adalah jarak 15 Km dari titik kumpul kedua, di Kecamatan Leuwiliangm menuju Panorama Pabangbon.  Jalan yang mulai menanjak sangat dirasakan sejak memasuki pertigaan menuju Pabangbon dari arah Karacak.

Lepas 2 Km pertama, kami disuguhi tanjakan sepanjang hampir 2 Km dengan kemiringan 20 derajat, pelan dan pasti dengan gigi rasio rendah. Om  Eddy, adalah tertua diantara kami dengan usia 60+, sangat percaya diri menapaki tanjakan pelan dan pasti, penulis sendiri bersama Ekos dan Basori yang hanya beda tipis usia 50+, justru terlihat terseok seok.

Rupanya selepas tanjakan panjang, kami tidak diberi kesempatan nafas, jalan sedikit datar, kemudian menanjak lagi sejauh 1 km.

“ Alamak…ini jalan kagak ada putusnya..kapan ada jalan datar buat napass..” Celoteh Basori yang baru pertama kali ke Pabangbon.

Bagi para goweser menuju ke Pabangbon adalah ibarat sebuah ujian berat untukkenaikan kelas, bahkan ada guyonan di kalangan para pesepeda,” Jangan Ngaku Goweser Kalo Belum Ke Pabangbon .”

Pelan dan pasti kami berempat menggunakan falsafah Jawa,” Alon alon asal kelakon “ yang artinya Pelan pelan yang penting kesampaian.

Menapaki kurang lebih 4 tanjakan, sampailah di Bukit Bintang, lokasi wisata sebelum Panorama Pabangbon. Cukup didepan tulisan Bukit Bintang, kami istirahat 5 menit, kemudian melanjutkan perjalana kembali. Nampak Panorama Pabangbon dari kejauhan dengan pohon Pinusnya, padahal jarak masih 6 Km.

Lepas dari Bukit Bintang adalah turunan panjang, kemudian disambut tanjakan lumayan panjang, bonus jalan datar, kemudian sambutan kembali tanjakan.

Kini giliran Ekos yang mengungkapan batinnya. “ Ampun deh..asli ini tanjakan kagak habis habiss..”

Penulis yang sudah tiga kali, hanya senyum senyum saja melihat keluhan kawan.

 

" Dok.file- Ngoper Pedal "

Bahagia itu hadir setelah sampai Tugu Selamat Datang Pabangbon

Rasa lega setelah sampai di tulisan “ Welcome To Pabangbon “, artinya hanya kurang 3 Km lagi akan sampai.

Namun jangan salah, 3 km terakhir inilah ibarat sebuah pertandingan sepakbola  adalah detik detik  yang paling menegangkan atau kondisi injury time, 2 buah tanjakan dengan kemiringan 30-35 derajat akan menghadang di depan mata.

Istirahat disebuah warung, sambal melepas lelah dan minum, untuk persiapan menyelesakan 2 tanjakan.

Perjalanan pun dilanjutkan kembali, tanjakan legendaris Pabangbon naik tajam dan berbelok, menjadi sebuah catatan penting saat gowes. Hanya Basori yang mampu menyelesaikan. Penulis, Ekos dan Om Eddy, tertawa riang dan bercanda dengan mendorong sepeda. Harus diakui dan tanpa malu penulispun mengatakan angkat bendera putih.

 

" Dok.file - Ngoper Pedal "
Target finish di Pabangbon adalah jam 11.00

Bagi kami berempat, bersepeda ke Pabangbon dengan kondisi jalur menanjak sebenarnya bisa dikatagorikan sebuah prestasi. Tidak semua pesepeda yang bisa dan mampu bersepeda ke Panorama Pabangbon tanpa mendorong. Hanya sebagian kecil saja yang memang secara fisik terlatih dan semi atlit, mampu sampai puncak tanpa turun dari sepeda, atau mendorong.

Jam 11.25, sampailah kami berempat di lokasi wisata Pabangbon, dengan demikian jarak 15 Km, kami tempuh dalam waktu 2 jam 25 menit, artinya kecepatan kami hanya 6-7 KPJ. 

Dilokasi wisata Panorama Pabangbon ini, kami istirahat dan makan siang, kemudian perjalanan akan kita lanjutkan ke Curug Love, yang berada di Kec. Leuwisadeng, 15 Km dari Pabangbon kea rah Pongkor, dan tak kalah serunya juga akan ditemukan 4 tanjakan lumayan kemiringannya.

Naik Gunung Pilar Yang Kayak Punggung Naga Pakai Sepeda ( Bag.-2 Selesai )

" Dok.file Ngoper Pedal "  M elanjutkan ceita bersepeda naik ke Gunung Pilar sangatlah panjang, apabila dibuat berseri atau bebera...