![]() |
| " Basori, Imam ( Penulis ), Om Eddy, Ekos Dok.file - Ngoper Pedal " |
Bagi para goweser atau pesepeda,
Pabangbon dikenal mempunyai jalur menanjak yang sangat mengasikkan. Tanjakan
dengan sudut kemiringan 20-35 derajat akan ditemukan saat kita bersepeda ke
Pabangbon.
Atur Waktu Yang Pas Untuk Janjian
Bareng
Dari Jakarta berjarak 60-70 Km,
tergantung dimana titik start kita mulai, dan berdurasi antara 3-4 jam
perjalanan dengan kecepatan sedang berkisar 20-25 KPJ ( Kilometer Per-Jam ).
Namun kadangkala untuk para
pesepeda yang biasa menggunakan kecepatan tinggi jarak tempuh menuju Pabangbon
adalah hal yang sangat tidak berarti, terutama yang biasa bersepeda ke daerah
pegunungan.

" Dok.file - Ngoper Pedal "
Beberapa waktu lalu penulis untuk
kali ketiga hadir menuju lokasi wisata Pabangbon, atau sering dikenal dengan
nama Panorama Pabangbon. Bersama rekan
dari Cibubur, Om Eddy dan Basori, Penulis sendiri bersama Ekos dari Jagakarsa start
dari titik kumpul di Kodim Kota Depok, didaerah Mampang, Pancoran Mas.
Berangkat kurang lebih jam 06.15
menyusuri jalan raya Sawangan dan menuju arah Pengasinan, tembus ke jalan raya
Parung menuju Telaga Kahuripan.
Janji ketemu dengan Eddy dan
Basori, yang berangkat juga dari kawasan Cibubur kurang lebih jam 06.00,
berhitung jarak hampir sama dan selisih 4 Km, Om Eddy ( biasa kami sapa ) dan Basori
menyusuri jalan raya Bogor, Warung Jambu dan
Darmaga menuju Leuwiliang sebagai titik kumpul kedua.
Penulis dan Ekos, dari arah
Telaga Kahuripan menuju kearah Ranca Bungur dan menyebrang Jembatan Gantung
Rawayan 1 menuju araha Ciampea, dilanjutkan kea rah Leuwiliang, lewat
Cibungbulan.
Sesuai kesepakatan, janji di
titik kumpul kedua jam 09.00, secara nggak sengaja, berempat bisa ketemu dititik
kumpul justru lebih cepat dari jadwal, yaitu 08.30, artinya jarak tempuh kurang
lebih 50 Km, ditempuh kurang lebih 2,5 jam. Dengan demikian kecepatan
bersepeda, adalah 20 KPJ. Bagi kami berempat sudahlah sangat ideal dengan
kecepatan itu.
Pertarungan Yang Sesungguhnya
Menuju Panorama Pabangbon
![]() |
| " Dok.File - Ngoper Pedal " |
Lepas 2 Km pertama, kami disuguhi
tanjakan sepanjang hampir 2 Km dengan kemiringan 20 derajat, pelan dan pasti
dengan gigi rasio rendah. Om Eddy,
adalah tertua diantara kami dengan usia 60+, sangat percaya diri menapaki
tanjakan pelan dan pasti, penulis sendiri bersama Ekos dan Basori yang hanya
beda tipis usia 50+, justru terlihat terseok seok.
Rupanya selepas tanjakan panjang,
kami tidak diberi kesempatan nafas, jalan sedikit datar, kemudian menanjak lagi
sejauh 1 km.
“ Alamak…ini jalan kagak ada
putusnya..kapan ada jalan datar buat napass..” Celoteh Basori yang baru pertama
kali ke Pabangbon.
Bagi para goweser menuju ke
Pabangbon adalah ibarat sebuah ujian berat untukkenaikan kelas, bahkan ada
guyonan di kalangan para pesepeda,” Jangan Ngaku Goweser Kalo Belum Ke
Pabangbon .”
Pelan dan pasti kami berempat
menggunakan falsafah Jawa,” Alon alon
asal kelakon “ yang artinya Pelan
pelan yang penting kesampaian.
Menapaki kurang lebih 4 tanjakan,
sampailah di Bukit Bintang, lokasi wisata sebelum Panorama Pabangbon. Cukup
didepan tulisan Bukit Bintang, kami istirahat 5 menit, kemudian melanjutkan
perjalana kembali. Nampak Panorama Pabangbon dari kejauhan dengan pohon
Pinusnya, padahal jarak masih 6 Km.
Lepas dari Bukit Bintang adalah
turunan panjang, kemudian disambut tanjakan lumayan panjang, bonus jalan datar,
kemudian sambutan kembali tanjakan.
Kini giliran Ekos yang
mengungkapan batinnya. “ Ampun deh..asli
ini tanjakan kagak habis habiss..”
Penulis yang sudah tiga kali, hanya
senyum senyum saja melihat keluhan kawan.

" Dok.file- Ngoper Pedal "
Bahagia itu hadir setelah sampai
Tugu Selamat Datang Pabangbon
Rasa lega setelah sampai di
tulisan “ Welcome To Pabangbon “, artinya hanya kurang 3 Km lagi akan
sampai.
Namun jangan salah, 3 km terakhir
inilah ibarat sebuah pertandingan sepakbola adalah detik detik yang paling menegangkan atau kondisi injury
time, 2 buah tanjakan dengan kemiringan 30-35 derajat akan menghadang di depan
mata.
Istirahat disebuah warung, sambal
melepas lelah dan minum, untuk persiapan menyelesakan 2 tanjakan.
Perjalanan pun dilanjutkan
kembali, tanjakan legendaris Pabangbon naik tajam dan berbelok, menjadi sebuah
catatan penting saat gowes. Hanya Basori yang mampu menyelesaikan. Penulis, Ekos
dan Om Eddy, tertawa riang dan bercanda dengan mendorong sepeda. Harus diakui
dan tanpa malu penulispun mengatakan angkat bendera putih.
![]() |
| " Dok.file - Ngoper Pedal " |
Bagi kami berempat, bersepeda ke Pabangbon dengan kondisi jalur menanjak sebenarnya bisa dikatagorikan sebuah prestasi. Tidak semua pesepeda yang bisa dan mampu bersepeda ke Panorama Pabangbon tanpa mendorong. Hanya sebagian kecil saja yang memang secara fisik terlatih dan semi atlit, mampu sampai puncak tanpa turun dari sepeda, atau mendorong.
Jam 11.25, sampailah kami
berempat di lokasi wisata Pabangbon, dengan demikian jarak 15 Km, kami tempuh
dalam waktu 2 jam 25 menit, artinya kecepatan kami hanya 6-7 KPJ.
Dilokasi wisata Panorama
Pabangbon ini, kami istirahat dan makan siang, kemudian perjalanan akan kita
lanjutkan ke Curug Love, yang berada di Kec. Leuwisadeng, 15 Km dari Pabangbon kea
rah Pongkor, dan tak kalah serunya juga akan ditemukan 4 tanjakan lumayan
kemiringannya.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar